Nasib Ratusan Siswi Hamil Duluan di Kota Tahu, Pemerintah Sarankan Lanjut Sekolah Usai Melahirkan

Nasib Ratusan Siswi Hamil Duluan di Daerah, Pemerintah Sarankan Lanjut Sekolah Usai Melahirkan

Nasib ratusan siswi di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, yang terpaksa menikah di usia muda karena hamil duluan.

Proses studi para siswi tersebut pun harus terhalang karena hamil duluan sebelum lulus sekolah.

Pihak pemerintah Kabupaten Sumedang bahkan menyarankan agar melanjutkan sekolah setelah melahirkan.

Nasib para siswi yang terlanjur hamil duluan tersebut menjadi perhatian bagi Pemerintah Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.

Pemda Sumedang mencacat tingginya angka pernikahan dini di wilayah tersebut.

Adapun mayoritas yang mengajukan dispensasi menikah dini berstatus sebagai pelajar atau siswi.

Melihat temuan data pada tahun 2021, dari 9.905 pernikahan, ternyata 1.348 ini adalah pernikahan anak di bawah umur yang didominasi oleh perempuan.

Kendari para siswi tersebut hamil dan statusnya masih siswi atau pelajar, Pemerintah Kabupaten Sumedang tidak lantas mengeluarkan dari sekolah.

Pemerintah tetap mendorong mereka tatap bisa sekolah karena telah dibangun konsep sekolah ramah anak.

Informasi ini disampaikan Eki Riswandiyah, Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (DPPKB) Kabupaten Sumedang dalam program Government Talk Tribun Jabar, Senin (23/1/2022).

Tema talk show mengangkat isu “Melanjutkan Sekolah Bagi Anak Yang Menikah Dini Di Sumedang.”

Menurut Eki Riswandiyah, merujuk pada Pasal 28 dalam Undang-Undang Dasar 1945 mengenai hak asasi manusia,

anak berhak mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasarnya, pendidikan dan manfaat dari ilmu pengetahuan.

Adapun langkah untuk antisipasi hal tersebut, DPPKB melakukan banyak komunikasi dan kolaborasi dengan beberapa elemen, seperti Dinas Pendidikan, Kementrian Agama, dan lainnya.

DPPKB berkomunikasi dengan Dinas Pendidikan terkait, bagaimana cara yang dapat dilakukan untuk pemenuhan hak anak tersebut dalam hal pendidikannya.

Karena dalam UUD baik anak sebagai pelaku atau korban tetap harus mendapat perlindungan.

Upaya ini dibangun dengan program yang menyiapkan sekolah ramah anak.

Dengan begitu anak yang menikah di bawah umur dan kondisinya sudah hamil dapat melanjutkan sekolah setelah melahirkan.

“Kalau kondisinya sudah hamil, Dinas Pendidikan atau sekolah bukan mengeluarkan anak tersebut melainkan dikasih keterangan pindah, jadi bukan diberhentikan.

Sehingga nanti setelah melahirkan boleh daftar kembali ke sekolah tersebut,” jelas Eki Riswandiyah saat tanya jawab dengan Aditya.

Terdapat beberapa sekolah khusus yang menampung anak kurang mampu atau anak yang dispensasi nikah secara gratis.

Antara lain yakni di Sekolah Menengah kejuruan (SMK) terkait dengan Sumber Daya Kemanusiaan dan Kesehatan (SDMK).

DPPKB Sumedang akan melobi setiap anak yang menikah dini agar tetap dapat melanjutkan sekolah.

Sehingga hak pendidikan anak tetap terpenuhi dengan 12 tahun sekolah.

Seluruh sekolah di Sumedang sudah mendorong untuk terwujudnya sekolah ramah anak. Di sekolah ramah anak ini berdasarkan UUD perlindungan anak,

tidak boleh lagi ada sekolah yang mengeluarkan murid yang bermasalah atau menikah dini.

Setelah ditelusuri faktor tingginya angka pernikahan dini diantara lain karena faktor ekonomi, pergaulan bebas dan kurangnya pantauan dari keluarga khususnya ibu.

Menurut Eki Riswandiyah dari data tahun 2021, wilayah yang memiliki tingkat pernikahan paling tinggi adalah Kecamatan Jati Nunggal.

Oleh karena itu DPPKB Sumedang melakukan gerakan pencegahan di hulu, dengan mencari elemen yang harus dikuatkan,

yakni yang pertama adalah sosok ibu dan yang kedua anak itu sendiri.

Untuk menguatkan dan meningkatkan kualitas ibu, DPPKB Sumedang mengadopsi program provinsi Jawa Barat, melalui program sekoper cinta.

Dalam program sekoper cinta ini perempuan khususnya ibu-ibu, akan diberikan beberapa modul dan pelatihan di desa,

yang terpenting terkait cara meningkatkan kualitas komunikasi ibu dan anak.

Dalam satu desa terdapat 3 fasilitator yang mendampingi sekitar 100 perempuan.

Pada tahun 2022, jumlah pernikahan dini menurun sepertiganya, menjadi 451 pernikahan.

Meski grafiknya menurun, DPPKB Kabupaten Sumedang terus mengupayakan pencegahan dengan program sekoper cinta dan sekolah ramah anak.

Pernikahan dini di Ponorogo

Beberapa waktu lalu, media sosial dihebohkan dengan kabar adanya ratusan pelajar di Ponorogo, Jawa Timur hamil di luar nikah.

Kabar itu muncul setelah adanya pemberitaan mengenai tingginya pengajuan dispensasi untuk menikah dini di kabupaten Ponorogo.

Yang mencengangkan, mayoritas pengaju dispensasi adalah para remaja putri yang telah hamil meski statusnya masih pelajar.

Fakta tersebut disayangkan banyak pihak.

Pergaulan bebas disebut menjadi penyebab utama terjadinya kehamilan para pelajar itu.

Fakta sebenarnya

Kabar yang menyebut bahwa ratusan anak di Ponorogo Jawa Timur mengajukan dispensasi kawin atau menikah usia dini telah dikonfirmasi kepada Pengadilan Agama setempat.

Selain alasan tidak mau meneruskan sekolah, kebanyakan pemohon hamil di luar nikah.

Pengadilan Agama Kabupaten Ponorogo mencatat ada 198 permohonan pengajuan dispensasi kawin usia anak sepanjang 2022.

Dilansir TribunJatim.com dari kompas.com, 8 permohonan dispensasi kawin terpaksa ditolak, karena tidak ada unsur mendesak.

Sedangkan 106 lebih pemohon disarankan untuk melanjutkan sekolah, karena masih pelajar SMP atau usia 15 tahun.

Ada berbagai alasan menikah di usia dini dan yang paling banyak alasannya adalah hamil di luar nikah.

Petugas PA mengimbau kepada orangtua dan guru untuk lebih ketat menjaga dan mengawasi pergaulan anak agar tidak terpaksa menikah di usia dini.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*